Minggu, 13 Mei 2012

Persembahan Cinta Untuk Ibu



Buku ini menghimpun sejuta cinta yang dipersembahkan setiap anak terhadap pengkhidmatan ibu yang tak terperi. Membacanya seakan mengumpulkan puzzle kasih yang berserak di seantero bumi, bukti cinta dari Tuhan yang dititipkan kepada manusia bergelar ibu. Penulisnya dengan cantik mematrinya di hati setiap orang, siapa pun itu. Selalu ada bentuk cinta yang unik dari setiap kisah dan itu bukti betapa kaya kasih ibu. (Ani Rostiani, Pustakawan)  


Berbicara tentang ibu sama halnya berbicara tentang cinta. Ya, ibu dan cinta takkan habis kata untuk mengungkapkannya. Pun takkan jemu kita membicarakannya. Sosok Ibu memang istimewa, sehingga tak heran jika Rasulullah menegaskan, ibu, ibu, dan ibulah yang pertama kali harus dihormati. 


Kesuksesan pertama buku “Ibuku adalah...” lalu kemudian disusul buku “...Segalanya Bagiku” menempati pasar favorit Leutika, diterbitkan dalam skala besar dan diedarkan keseluruh tanah air melalui anugerah book of the Month (BOM). Buku ini merupakan sebuah antologi kisah kasih ibu yang ditulis oleh tiga puluh orang  penulis yang menceritakan kisah nyata mereka tentang ibu dalam perspektif masing-masing. Kisah suka duka, kesetiaan, perjuangan, pengorbanan, ketulusan kasih cinta, keikhlasan dan kelembutan seorang ibu semuanya tertuang dalam buku ini. 


Saya langsung tertarik saat pertamakali melihat buku ini, Sajian yang begitu asik sudah terlihat dari covernya. Dengan mengusung tema tentang  ibu, wajah seorang ibu menghiasi cover depan dengan background kuning. Memang, dilihat dari cover dan judul saya sudah bisa menebak isinya. Namun, ketika saya mulai membaca halaman demi halamannya, perasaan haru menyeruak hingga membuat saya meneteskan air mata. Kisah Jazim Naira Chand dkk, yang  dikemas dengan gaya cerita yang berbeda dengan kebanyakan buku tentang Ibu ini berhasil menggugah kenangan saya akan ibu tercinta. Mengurai  kembali hal- hal yang selama ini masih luput dari rasa syukur. Betapa selama ini bakti saya pada Ibu tidak ada apa-apanya.


Sebuah buku yang sederhana, dengan tema sederhana, namun sarat akan makna ini mampu membuka mata batin kita untuk melihat lebih dalam sepak terjang sosok yang selamanya tidak akan pernah tergantikan sampai kapanpun. Semua penulis dalam buku ini begitu memaknai arti seorang ibu hingga  melahirkan karya-karya indah nan menggugah naluri keibuan kita sebagai wanita. Sedikit kelemahan buku ini adalah kebanyakan penulis menggunakan bahasa yang mendayu-dayu dan sulit dimengerti karena banyak majas yang dipergunakan, Namun hal ini mampu menjadi baik apabila seorang pembaca mampu menyimpulkan makna dalam kalimat itu. 


Buku yang sangat inspiratif dan pantas dibaca untuk segala usia dan layak dijadikan bahan kajian dan pembelajaran calon-calon ibu diseluruh Indonesia. Buku yang wajib dimiliki bagi seorang yang ingin mendapatkan pencerahan terbaik.Buku “… Segalanya bagiku”  adalah Bukti persembahan cinta untuk wanita bergelar Ibu.

Judul                : Segalanya Bagiku
Penulis             : Jazim Naira Chand, dkk.
Penerbit          : Leutika
Terbit              : Februari,  2012
Tebal               : 184 halaman




Sabtu, 28 April 2012

Antara Putro Phang dan Gunongan


          Pagi sabtu (28/04), dengan penuh semangat saya melajukan motor menuju kesebuah tempat wisata bersejarah kota banda Aceh, Putro Phang. Dengan tujuan untuk menggikuti kelas menulis tentang Feature bersama teman-teman FLP. Satu jam waktu yang saya punya tapi tak menyurutkan semangat untuk tetap ikut. Dari Putro Phang saya bersama seorang teman, Liza (pemateri Feature pada hari itu), tertarik untuk mengunjungi tempat bersejarah lainnya yaitu Gunongan.

            Dengan melangkahkan kaki, kami menuju Gunongan yang memang tak jauh dari taman Putro Phang. Gunongan ini terletak berbatasan dengan kherkoff (kuburan serdadu belanda) hampir tepat di pusat kota Banda Aceh. Tepatnya berada dijalan T.Umar, kelurahan suka ramai kecamatan Baiturrahman. Panasnya matahari pagi membuat kami lebih bersemangat untuk mencari tahu dengan detail apa saja yang ada di dalam gunongan itu. Tapi alangkah sayangnya pintu untuk memasuki ke dalam bangunan gunungan itu tidak terbuka dan tidak ada penjaga disana hanya dua orang petugas kebersihan yang baru saja mulai bekerja hari itu.

            Namun itu tidak menjadi masalah bagi kami karena kami tetap bisa melihat gunongan dan taman sarinya serta membaca info-info yang tertera disana. Dan yang paling penting kami bisa foto-foto narsis. J

            Gunongan tersebut dibangun pada masa pemerintahan sultan iskandar muda yang memerintah pada tahun 19607-1936. Konon bangunan itu merupakan simbol kekuatan cinta Sultan iskandar Muda kepada permaisurinya yang bernama Putri Phang yang berasal dari negeri Pahang, Malaysia. Bangunan putih ini berbentuk segi delapan, dan terlihat seperti bunga yang dibangun dalam tiga tingkat. Dengan tingkat tertingginya terdapat sebuah mahkota tiang yang berdiri tegak.

            Disamping Gunongan, di taman itu juga terdapat Kandang yang dijadikan tempat makam Sultan Iskandar Tsani (1936-1941) sebagai menantu Sultan Iskandar Muda dan istri Sultanah Tajul Alam (1642-1675). Kandang ini dikelilingi oleh pagar tembok putih yang berbentuk persegi empat dengan pintu masuk disisi selatan, dan lagi-lagi kami hanya bisa memandang tanpa bisa masuk kedalamnya. Walau begitu eksis teteep saja jalan, acara foto-foto tak akan dilewatkan . bersambung......

Banda Aceh,
28 April 2012

Senin, 23 April 2012

Tentang Hujan



”Apakah kamu tidak memperhatikan bahwa sesungguhnya Allah menurunkan air dari langit, maka diatur-Nya menjadi sumber-sumber di bumi kemudian ditumbuhkannya-Nya dengan air itu tanaman-tanaman yang bermacam-macam warnanya, lalu ia menjadi kering lalu Kami melihatnya kekuning-kuningan, kemudian dijadikan-Nya hancur berderai-derai. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat pelajaran bagi orang-orang yang berakal”. (QS.Az-Zumar,39:21).







”Tidaklah kamu melihat bahwa Allah mengarak awan, kemudian mengumpulkan antara (bagian-bagian)-nya, kemudian menjadikannya bertindih-tindih. Maka, kelihatanlah olehmu hujan keluar dari celah-celahnya dan Allah (juga) menurunkan (butiran-butiran) es dari langit, (yaitu) dari (gumpalan-gumpalan awan, seperti) gunung-gunung. Maka, ditimpakan-Nya (butiran-butiran) es itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan dipalingkan-Nya dari siapa yang dikehendaki-Nya. Kilauan kilat awan itu hampir-hampir menghilangkan penglihatan.” (Annur ayat 43)




”Dialah yang telah menurunkan air hujan dari langit untuk kamu, sebagiannya menjadi minuman dan sebagiannya (menyuburkan) tumbuh-tumbuhan, yang pada (tempat tumbuhnya) kamu menggembalakan ternakmu. Dia menumbuhkan bagi kamu dengan air hujan itu tanaman-tanaman; zaitun, kurma, anggur dan segala macam buah-buahan. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memikirkan.’‘ (An-Nahl, 10-11)




"Dan Dialah yang menurunkan air hujan dari langit lalu kami tumbuhkan dengan air itu segala macam tumbuh-tumbuhan, maka Kami keluarkan dari tumbuh-tumbuhan itu tanaman yang menghijau, Kami keluarkan dari tanaman yang menghijau itu butir yang banyak; dan dari mayang korma mengurai tangkai-tangkai yang menjulai, dan kebun-kebun anggur, dan (kami keluarkan pula) zaitun dan delima yang serupa dan tidak serupa. Perhatikanlah buahnya di waktu pohonnya berbuah, dan (perhatikan pulalah) kematangannya. Sesungguhnya pada yang demikian itu ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang beriman."(QS. Al-An'am:99)


Kamis, 19 April 2012

RABU YANG PENUH HARU

   RABU siang, matahari memanggang tanah rencong Acehku tercinta. Aku dan salah seorang sahabatku bersepakat untuk mengunjungi seorang teman yang baru saja diberikan momongan. Kepalaku masih begitu pening rasanya seperti digoyang-goyang di lautan, maklum kondisiku memang sedang tidak fit dan belum ingin bepergian sebenarnya. Namun karena sudah berjanji, kupaksakan jua diriku untuk keluar.

            Ketika hendak berangkat, aku mendapati motorku yang sering kupanggil dengan sebutan siorange tergeletak tak berdaya karena bannya kempes atau tepatnya bocor. Aku segera mengabari sohibku untuk minta dijemput saja. Tak berapa lama (walau sudah karatan juga menunggunya) akhirnya si akhwat manis itupun datang menjemputku. Dan berangkatlah kami menuju tempat yang dituju. 

            Setelah puas bermain dengan babynya yang cantik dan lucu (kayak amah-amahnya ^0^ ) dan ngobrol ngalur ngidul bersama uminya yang sedikit lebay,  kamipun undur diri karena masing-masing punya agenda lain yang harus dihadiri (sok sibuk, padahal iya (sedikit) ^0^) aku langsung diantar pulang dan berencana membawa si orange ke bengkel terdekat.

            Wah, ban yang saking bocornya tak sanggup dinaiki oleh  tubuhku walau sebisa mungkin aku menahan beratnya dengan jurus peringan berat badan(^0^), tetap saja Si Orange tak berdaya, tapi dari pada aku harus menyeretnya lebih baik kunaiki saja. Lebih baik aku yang menaiki motor dari pada motor yang menaiki aku (lhoh?) maafkan aku Orange, bukannya aku tak sayang padamu.

             Dengan sangat perlahan aku mengendarai motorku ditengah cuaca panas dan dada digebuk batuk bertalu-talu sambil keringat meleleh didahiku. sepanjang jalan menaiki motor itu aku merasakan tubuhku beguncang–guncang. Bukan, bukan karena batukku tapi karena bannya yang tak layak jalan. Sohibku dengan setia membututi dibelakangku.

            Setelah sampai di bengkel, Si Orange pun langsung ditangani oleh ahlinya, aku masih berbincang dengan temanku sambil melirik–lirik jam. Ah, karena tidak tega membuat ia terlambat akupun mengizinkannya untuk cabut duluan dan aku hanya pasrah melepas kepergiannya (halah lebay).  Tinggallah aku sendirian dengan para bengkelers. Suntuk jua tak ada teman. Akupun mengeluarkan buku bacaan dari dalam tas, suara bising bengkel itu membuatku tak nyaman untuk membaca. Akhirnya kuputuskan untuk menghabiskan sisa pulsa gratisku dengan menghubungi salah seorang teman akhwatku. terjadi curhatan yang panjang dengan temanku itu sampai Orangeku selesai di operasi. Saatnya kembali kerumah dan bersiap-siap untuk agenda selanjutnya.

            Diperjalanan pulang tiba-tiba aku kembali merasakan goncangan hebat dari bawah kendaraanku. Ya Allah ada apa lagi ini, bannya kenapa  bocor lagi, kali ini malah lebih parah dari sebelumnya dan sepertinya bocornya menular ke ban lainnya (wew, macam penyakit saja).

            Akupun berhenti dan turun dari motor untuk memeriksa bannya, tapi aku merasakan pusing yang teramat sangat dan merasakan bumi ikutan berguncang. Ya Allah ada apa denganku, apakah sakitku bertambah parah? alam disekelilingku juga bergoyang, ditengah samar-samar penglihatanku, aku melihat orang-orang yang berhamburan keluar rumah. wah ada apa ini? orang-orang pada panik sambil melantunkan zikir yang begitu mengharukan. Masya Allah aku baru sadar kalau sedang terjadi gempa.

            Ya ini Gempa!

            Aku segera mematikan motorku, dan segera duduk menopang tubuhku yang tak sanggup berdiri. Sambil lidah terus berzikir aku sempat-sempatnya mengabadikan goncangan itu dengan kamera ponsel bututku, walau hasilnya kacau balau.

            Setelah beberapa saat lamanya kami di goyang-goyangkan, aku nekat untuk langsung pulang kerumah walau getaran itu masih terasa, aku tak sabar ingin berjumpa dengan keluarga. Sesampainya dirumah aku mendapati keluarga dan para tetanggaku sedang berkumpul dihalaman. Mereka bersyukur dengan kepulanganku, hanya kakak yang belum pulang, kami menghubunginya tapi tidak tersambung, smspun tidak terkirim. Kami hanya berharap kakak baik-baik saja. Setelah goyangan tidak lagi terasa, kami masuk kerumah untuk melihat berita di TV, tapi aliran listrik padam, alternatif lain dengan menyalakan radio.

GEMPA berkekuatan 8,5 pada skala Richter mengguncang Nanggroe Aceh Darussalam, Gempa yang berpusat di kedalaman 10 kilometer barat daya Simeulue itu berpotensi tsunami, warga Aceh panik, jalanan macet oleh warga yang panik dan mengungsi.”


            Perasaan khawatir makin menjadi, aku masih sibuk menghubungi kakakku, tapi tak kunjung tersambung. Ya Allah lindungilah ia, bisikku. Iseng-iseng buka Facebook, alhamdullillah connect! aku segera mengupdate status singkat sambil melihat-lihat informasi, tapi tak lama signalnya hilang dan tak bisa nyambung lagi.  Hilanglah harapan untuk berkomunikasi.

            Azan asar berkumandang memanggil umat Islam tuk segera menghadapNya, dengan perasaan haru, kami menghadapNya bermunajat, berdo’a dan menumpahkan segala rasa. Alhamdulillah kakakku sampai juga dirumah, telat karena terjebak macet katanya. kami semua bersyukur, keluarga telah berkumpul. Perasaan cemas masih melanda sambil terus mendengar berita.

            Tiba-tiba bumi kembali berguncang, gempa kembali melanda besarnya sama dengan gempa sebelumnya, kami kembali berhamburan keluar rumah, anak-anak dan beberapa ibu-ibu tetangga mulai menangis dan panik. Zikir dan tasbih terus dilantunkan.

            Ditengah goncangan yang terjadi, lisan yang terus berzikir, alunan suara azan yang terus bergema, perasaan haru merasuki qalbuku. Bayangan tsunami menari-nari di pelupuk mataku yang telah berkaca-kaca. Ya Allah, jangan sampai kejadian 26 Desember 7,5 tahun lalu kembali terjadi, jangan munculkan lagi luka lama itu ya Allah. lindungilah kami mayarakat Aceh ya Rabbi. Isu tsunamipun makin membuat warga khawatir, tapi kami tetap berada di rumah sambil terus mendengarkan berita. Hingga akhirnya dikabarkan gempa itu tidak menimbulkan tsunami walau harus tetap waspada dengan gempa susulan.

            Malamnya kami tidur dalam kegelapan masih dengan rasa khawatir, tidur lengkap dengan kepala terbungkus jilbab, aku hanya ingin waspada jika gempa kembali melanda, aurat tetap terjaga. Teringat akan kejadian gempa 2004 silam. Saat itu aku sedang memasak, gempa yang sangat kuat membuatku tak sempat mendapatkan jilbabku, hanya taplak meja yang sempat kutarik sambil berlari dan itu yang kugunakan untuk menutup aurat. Dan aku tak mau hal itu kembali terulang.

            Ketika larut malam signal hp mulai kembali normal puluhan sms bernada khawatir dan do’a dari keluarga, sahabat dan teman yang ada diluar Aceh memenuhi inbox hp ku, terimaksih buat semua yang telah mencemaskan dan mendoakan kami. Semoga dengan kejadian ini membuat kita semakin ingat dan dekat kepadaNya, semakin menyadari betapa lemahnya manusia, betapa manusia itu butuh akan penciptanya. Tidak hanya karena ketika bencana melanda kita baru mengingatNya. Tapi sejatinya, kita sebagai muslim ingat kepada tuhan di berbagai keadaan dan kondisi. Baik ketika lapang dan sempit. Insya Allah, Allah akan mengingat, melapangkan dan menyelamatkan kita disaat-saat kesempitan dan bencana yang datang menimpa.

            Katakanlah: “Siapakah yang dapat menyelamatkan kamu dari BENCANA di darat dan di laut, yang kamu berdo’a kepadan-Nya dengan rendah diri dengan suara yang lembut (dengan mengatakan: sesungguhnya jika Dia menyelamatkan kami dari (BENCANA) ini, tentulah kami menjai orang-orang yang bersyukur” ( QS. Al-An’am: 63 )

Bilik hati
Banda  Aceh..  




Minggu, 04 Maret 2012

SURAT CINTA UNTUK AYAH

Assalammualaikum wr wb..

Ayahanda sayang..
Bagaimana kabar Ayah di sana? Baik-baik saja kan? aku yakin Ayah sudah bahagia di sana. Tentu saja, karena Ayah sudah ada di sisiNya. Di sisi Sang Penjaga yang tidak pernah lengah, dengan cintaNya yang luar biasa, melebihi cinta kami padamu Ayah. 

Ayah, saat aku menuliskan ini, aku tak sanggup membingkai air mata yang tak henti menerobos benteng pelupuk mata. Aku sangat merinduimu, sungguh sangat merindukanmu.

Ayah, hari ini adalah hari ketujuh kepergianmu, kembali terkenang saat-saat terakhir bersamamui.  Di saat senja mulai merangkak dan azan magrib berkumandang. Kau menyuruh kami sholat sembari kau mengambil wudhu dan bersiap-siap menghadapNya. Namun ternyata Allah sangat menyayangimu. Kau pun di panggil saat menghadapNya.  Kerinduan sang Ilahi telah menjemput Ayah dalam seulas senyum dan muka berseri yang kulihat di wajah rentamu Ayah. Namun untukku, semua itu adalah kehilangan yang terlalu menyedihkan. Beruntung aku mempunyai seorang Ibu dan saudara-saudara yang begitu tegar. Walaupun aku tahu mereka juga sangat merasa kehilangan dan sedih yang amat mendalam. Terlebih Ibu yang begitu sangat mencintai Ayah, yang sangat merasa kehilangan karena dalam keharian kalian selalu bersama, saat kami semua anakmu menjalankan aktivitas masing-masing.
Namun istrimu begitu tegar Ayah, Ibu mampu menguatkanku dengan membisikkan kata-kata yang membuatku mampu bertahan dalam kesedihan.

“Kita sayang Ayah, tapi Allah lebih menyayangi Ayah dibandingkan kita menyayanginya, akankah kita memaksa Ayah tetap bersama kita ? Sementara kerinduannya untuk bertemu Sang Maha Cinta begitu dalam ? Ayah akan senang jika melihat kita dapat tegar dan tidak larut dalam kesedihan”

Ayah, aku rindu. Rindu sekali.
Aku selalu rindu masa-masa mencium tanganmu sebelum berangkat kerja dan kuliah.  Aku rindu membuatkan kopi susu pagi dan roti buatmu. Aku rindu membelikan lontong kesukaanmu. Aku rindu saat kau membangunkan kami di kesunyian malam untuk bermunajat padaNya. Aku rindu saat kau memarahiku jika tidak disiplin dengan waktu. Aku rindu saat kita mulai membicarakan mimpi-mimpi kita yang belum sempat terwujud. Aku rindu akan ajaran nasihat dan doamu pada kami yang menjadi modal berharga dalam hidup ini melebihi materi. Aku rindu saat-saat bersamamu Ayah.

Ayahku sayang..
Aku kembali terisak saat membaca catatanmu Ayah. Aku malu. Ternyata kau selalu mencatat semua hal yang terjadi. Catatanmu sangat rapi Ayah, lengkap dengan hari, tanggal dan jamnya. Aku salut padamu Ayah, di usia yang sudah senjapun kau masih tetap menulis. Walaupun kau bukan seorang penulis. Namun kau menuliskan semua apa yang terjadi, termasuk kejadian-kejadian yang aku alami dan anak-anakmu yang lain. Yang sempat kami ceritakan padamu. Yang bahkan kami sendiri sudah melupakannya. Kau memberikan pelajaran yang sangat berarti buat kami Ayah.  

Ayah tercinta..
Maafkan segala kesalahan yang pernah anakmu ini perbuat Ayah, yang tak sempat aku ucapkan saat kepergianmu.  Tapi aku yakin kau selalu bisa memaafkan kami. Anak-anakmu yang sangat kau cintai. Aku yakin ini  merupakan rangkaian rencanaNya bahwa kepergianmu adalah yang terbaik untuk kita semua, bukankah kita semua percaya pada rencanaNya. Dan sekarang hanya do’a yang bisa kukirimkan untukmu Ayah. Semoga engkau selalu tersenyum di sampingNya.

 ROBBIGHFIRLII WALIWAALIDAYYA WARHAMHUMAA KAMAA ROBBAYAANII SHOGHIIROO
“ Ya Allah, ampunilah dosaku dan dosa Ayah Ibuku, sayangilah mereka sebagaimana mereka menyayangiku semasa kecil ”

 Ya Allah, ampunilah dosa-dosa Ayah, kasihanilah ia, lindungilah ia dan maafkanlah ia, muliakanlah tempat kembalinya, lapangkan kuburnya, bersihkanlah ia dengan air, salju dan air yang sejuk. Bersihkanlah ia dari segala kesalahan, sebagaimana Engkau telah membersihkan pakaian putih dari kotoran, dan gantilah rumahnya -di dunia- dengan rumah yang lebih baik -di akhirat- serta gantilah keluarganya -di dunia- dengan keluarga yang lebih baik, dan pasangan di dunia dengan yang lebih baik. Masukkanlah ia ke dalam surga-Mu dan lindungilah ia dari siksa kubur atau siksa api neraka.

- Putrimu yang selalu mencintaimu-

Sabtu, 11 Februari 2012

JILBAB BIRU BUAT ICUT


Jilbab biru yang terpajang di etalase toko itu membuatku takjub dan terkesima. Sangat cantik. Tiba-tiba aku ingat Icut. Betapa ia sangat menyukai warna biru. Aku pun  lantas berhenti dan memasuki toko itu berniat membelinya buat Icut. Ilham yang sedari tadi asik melihat-lihat arloji merasa kehilanganku, ia mondar-mandir mencariku.
            “Hai, dicariin ke mana-mana taunya di sini. Blo pue[1] Ndra?” tanya Ilham, teman sekolahku itu.
            “Ini, cuma beli jilbab kok, abisnya kamu tadi asik banget melihat arloji itu, jadi loen tinggai mantong siat[2],” jawabku tak merasa bersalah.
            “Jilbab? Keu soe[3]?”
            “Keu Icut.”
            “Hah Icut? Soe jih[4] Ndra? Pacar kamu? Idieh gak nyangka kamu sekarang udah berubah, sejak kapan kamu pacaran? biasanya kamu paling anti sama cewek, jangankan pacaran nyentuh tangan untuk salaman aja masih alergi, duduk berdua ama cewek aja takut, dan kamu itu bla… bla… bla…” Ilham berkomentar sambil nyerocos terus tanpa henti, aku cuma senyam-senyum saja.
            “Tenang Bro… tenang… aku belum menjelaskan siapa itu Icut, kamu aja yang langsung berpikir yang enggak- enggak, Icut itu…”
            “Jadi siapa itu Icut? Cewek yang kamu naksir ya? Gimana orangnya cantik gak?” sahutnya lagi memotong pembicaraanku.
            Dasar si Ilham kalau sudah penasaran nyerocos aja terus bukannya didengarin dulu penjelasan kita.
            “Itu lho gadis kecil yang kuceritakan dulu.” Sahutku sambil mencoba mengingatkan kembali kepadanya tentang kejadian beberapa bulan yang lalu.
***
            Beberapa bulan yang lalu ketika aku akan berangkat ke kantor  bupati untuk menerima beasiswa siswa berprestasi dari setiap sekolah tingkat menengah atas sekabupaten Aceh Besar. Kebetulan dari SMA-ku aku terpilih mendapatkan beasiswa itu. Dari desa tempat tinggalku menuju ke kantor bupati lumayan jauh sekitar dua jam jika naik angkutan umum, tapi aku lebih suka naik sepeda motor karena bisa lebih cepat hanya satu jam dan tidak terlalu ribet harus gonta-ganti angkutan. Pukul 07.00 aku siap dan langsung berangkat.
            Dengan kecepatan 100 km/jam aku melajukan sepeda motorku, Udara pagi yang begitu dingin menembus tulang-tulangku walaupun sudah memakai jaket yang tebal. Cukup banyak kendaraan berkecepatan tinggi yang lalu lalang, karena keadaan memang lengang. Aku asik membayangkan beasiswa yang akan aku terima, kira-kira aku bisa membeli laptop tidak ya, barang yang selama ini  aku impikan, karena dengan barang itu aku akan lebih mudah menulis, hobi baruku. Tiba-tiba teeeeeeeeeeet!  rem kuinjak mendadak ketika ada seekor kucing melintas di jalan, hampir saja aku menabraknya tapi untungnya masih sempat mengerem, aku kaget dan sedikit shock juga.
            Aku kembali melanjutkan perjalanan dengan mengurangi kecepatannya, aku melajukan sepeda motor dengan kecepatan hanya 80 km/jam, sambil menikmati pemandangan desa yang indah tapi ketika melihat jam di tangan sudah menunjukkan pukul 8 kurang 15 menit aku mulai khawatir terlambat karena perjalanannya masih agak jauh, aku pun kembali ngebut. Kejadian nyaris tertabrak kucing tadi sedikit terlupakan olehku. Jantungku berdegup makin kencang membayangkan acara penyerahan beasiswa akan segera dimulai, dan tiba-tiba ada seorang anak perempuan kecil berlari menyebrang jalan.. titiiiiiiiiiiiiiit ...!!! Aku tidak bisa  mengerem dan mengelak lagi sehingga braaaaaaaaaaaaak ...!!! anak kecil itu jatuh dengan kepala terbentur ke aspal darah segar mengalir dari kepalanya, Ibunya langsung menjerit, … “Icuuuuuuuut ..!!!”
            Aku jatuh terguling di tepi jalan yang berbatu sedangkan sepeda motorku tergeletak di tengah jalan. Beberapa orang langsung mengamankan sepeda motorku, yang lainnya segera mengendong bocah kecil itu ke rumah warga setempat. Sebentar saja orang-orang sudah ramai dan langsung berkerumun. Banyak orang yang mencaci dan memakiku bahkan hampir saja aku dikeroyok, tapi aku segera bangun dan dengan langkah tertatih karena luka di bagian lututku aku setengah berlari menyibak kerumunan orang untuk melihat gadis kecil itu, dia tak sadarkan diri. Aku sangat panik dan langsung memeriksa denyut nadinya, masih hidup! Lalu kugendong anak itu setelah meminta izin kepada Ibunya untuk langsung dilarikan ke rumah sakit dengan labi-labi[5] yang kebetulan lewat, Ibunya ikut bersamaku. Di rumah sakit kami menanti dengan hati yang sangat galau, ketika dokter yang memeriksa keluar kami langsung menayakan kondisinya.
            “Alhamdulillah tidak ada masalah yang serius hanya luka sobek sekitar 3 cm di kepalanya dan sudah dijahit, dia hanya kaget dan shock,. Sekarang sudah siuman, Ibu sekarang boleh masuk,” kata dokter.
            “Terima kasih Dok,” kataku dan Ibu itu bersamaan, dan langsung masuk melihat gadis kecil yang kini kutahu bernama Cut Mutia, biasa dipanggil Icut dan kutaksir usianya baru menginjak  tujuh tahun. Aku sedih melihat gadis kecil itu kini terbaring dengan perban di kepalanya, karena ulahku.
            Aku tak henti-henti meminta maaf kepada Ibunya, yang tidak terlalu menyalahkanku, “Memang sudah hari naasnya Icut.”  Ujar Ibu Icut setiap kali aku meminta maaf dan menyalahkan diriku.
            Pada hari itu juga Icut diperbolehkan pulang oleh dokter, setelah menebus resep obat dan menyelesaikan administrasi rumah sakit aku segera mengantarkan Icut dan Ibunya pulang. Tidak ada dendam Ibu itu terhadapku, bahkan ia begitu ramah. Icut pun sudah mulai tertawa.
            Aku teringat dengan acara di kantor bupati, sudah pukul 11.00 tapi sepertinya aku harus tetap kesana walaupun dengan kondisi  yang sangat memprihatinkan, baju yang kotor, robek dan berlumuran darah. Aku pamit kepada Icut dan Ibunya seraya berjanji untuk kembali lagi. Icut yang sudah akrab denganku itu memintaku untuk sering-sering datang. “Iya sayang, insya Allah.” Sahutku sambil kembali meminta maaf kepadanya dan mengingatinya untuk tidak lupa meminum obat. Icut hanya tertawa sambil memamerkan gigi kecilnya yang putih dan rapi.
            Setelah peristiwa itu aku dan Icut semakin dekat dan akrab layaknya Kakak dan Adik. Aku sangat menyayanginya seperti Adik kandungku sendiri, apalagi aku tidak mempunyai Adik. Aku sangat sering ke rumah Icut paling kurang seminggu sekali aku akan menyempatkan diri datang ke rumah dan bermain bersamanya.
***
            “Ooh yang kamu tabrak itu, Icut toh namanya, gak cerita sih namanya Icut. Kapan mau pergi? sama siapa? Loen jak jeut[6] ?”
            “Ya boleh, aku malah seneng ada teman, gimana kalo besok aja, besok kan minggu kita tidak sekolah ?”
            “Okey, aku pengen liat yang mana sih Icut, Adik baru kamu itu.” Kata Ilham dengan mimik penasaran.
            “Okelah kalo begitu, besok aku jemput kamu ya.”
***
            Keesokan harinya aku dan lham  sudah meluncur di atas sepeda motorku dengan tidak lupa membawa bungkusan berisi jilbab yang kemarin kubeli. Perjalanan kami lalui dengan santai ya… semenjak kejadian itu aku telah berjanji untuk tidak akan pernah ngebut lagi. Dan tak terasa kami sampai di rumah Icut.
            Rumah Icut yang biasanya ramai hari ini kelihatan sepi, aku berpikir mungkin Icut  pergi mengaji atau bermain di rumah temannya yang lain, aku mengetuk pintu rumahnya, tapi tak ada sahutan.
            “Mita soe[7] Dek?” celetuk salah seorang tetangganya yang kebetulan lewat.
            “Maaf Bu, Ibu yang punya rumah ini dan anaknya kemana ya Bu?” tanyaku.
            “Owh Ibu itu baru saja pindah, karena gak tahan mengingat anaknya yang baru meninggal.”
            Aku tersentak dan kaget luar biasa, tapi aku merasa tak percaya, “Maksud Ibu… Icut …”  suaraku tertahan.
            “Iya Dek, Icut tiga hari yang lalu kecelakaan ia di tabrak ama sepeda motornya anak SMA yang suka ngebut itu. Kasian tu anak, malang benar nasibnya ia menyusul ayahnya yang juga meninggal tertabrak.”
            Serasa disambar petir, aku lemas dan berusaha mengatur jalan oksigen untuk masuk ke tubuhku, dadaku benar-benar menyesak mendengar berita itu, Ilham yang sedari tadi hanya diam ikut menangis.
            “Innalillahi wainnailaihi rojiun… ya Allah…” kucoba ikhlaskan hatiku menerima kenyataan ini sambil terus menangis lemas, walaupun baru beberapa bulan mengenalnya tapi aku sudah merasa begitu dekat dengannya, dia adik yang paling kusayang, dan aku hanya bisa memandang sedih  jilbab biru buat Icutku, jilbab yang tak kan pernah terpakai olehnya.



[1] Blo pue =  Beli apa
[2] Loen tinggai siat = Aku tinggalin sebentar
[3] Keu soe =Untuk siapa
[4] Soe jih = Siapa dia
[5] Mobil angkutan umum
[6] Loen jak jeut = saya ikut boleh
[7] Mita soe = Cari siapa

Kamis, 09 Februari 2012

Bayangan di Angkasa

Aku menatap bayangmu menari-nari di angkasa
Kulukis  pada birunya langit
Mengikatnya, mematri di kedalaman nurani
Aku bagai kapas yang beterbangan tertiup angin
Saat menatap bayangmu tersapu oleh desauannya
Aku teriak, memanggil bayangmu
Angkasa menjadi  saksi kerinduanku.

Aku tahu angkasa itu luas membentang tak bertepi..
Aku tau samudra itu dalam tak tertandingi.
Dan aku juga tahu sesuatu yag ada dalam dirimu jauh lebih luas dan dalam..

Aku tak ingin terjebak dalam kegamangan semu sehingga kreatifitasku terbelunggu
Aku tak ingin menyerah kalah, melepas begitu saja impian yang sudah melekat di hati
Aku tak ingin hal itu akan membuatku menyesal, dan teramat menyesal.. dan tentu saja aku tak ingin jiwaku dan ragaku  menjadi lemah.